Sejarah Dago


Sejarah Dago
................
Dago, dagoan berasal dari bahasa sunda yang artinya "menunggu", pada zaman dahulu di masa penjajahan Belanda, penduduk di daerah utara Bandung memiliki kebiasaan untuk saling menunggu untuk pergi bersama-sama ke kota, yang mana pada masa itu, rute yang ditempuh menuju kota melewati daerah yang masih tergolong sepi dan rawan binatang buas, terutama di daerah hutan di sekitar terminal Dago sekarang. Pada tahun 1900-1914, Pemerintah Hindia Belanda memulai pembangunan di daerah Bandung, pembangunan di daerah Dago, dimulai dengan pembangunan rumah peristirahatan milik Andre van der brun pada tahun 1905, pada saat ini bangunan ini masih berdiri dan berada bersebelahan dengan Hotel Jayakarta. Wilayah Dago itu sendiri meliputi, simpang Dago ke arah utara,dago jati(STKS-sekarang), dago biru, dago pojok, hingga PLTA Bengkok.

Bangunan bersejarah
....................................
Terdapat beberapa bangunan bersejarah di sepanjang jl dago, diantaranya : 1. Rumah peristirahatan Andre van der brun 2. Dago tea huis,

Selain itu terdapat kompleks bangunan yang dahulu berfungsi sebagai sanatorium. Dahulu dikelola oleh Netherlands Rode Kruis, kemudian dipindahtangan pengelolaan dan kepemilikannya oleh Palang Merah Indonesia, saat ini dapat berda tepat di seberang Jayakarta Hotel. Kompleks ini cukup luas membentang dari utara (sekarang di sebelah atas pompa bensin), hingga ke selatan di seberang atas kampus STKS. Kompleks ini terdiri dari 12 bangunan, dua kompleks bangunan merupakan milik Universitas Padjadjaran, selebihnya merupakan milik PMI. Pada tahun 1964 kompleks tersebut kemudian dijadikan sebagai perumahan karyawan Palang Merah (saat ini masih ditempat sebagian).

Bangunan di kompleks tersebut diberi nama kota-kota di Jawa Barat, seperti, Banjarnegara, Sukanagara, Lebaksiuh, Subang, Panumbangan, Buah Dua). Dahulu berjejer pohon cemara di sepanjang pagar halaman kompleks tersebut, juga pohon beringin, pohon asem, pohon nangka, bagkah pohon durian sekalipun. Sekarang ia ada beebrapa bangunan yang sudah rata dengan tanah, terbengkalai.

Kompleks bangunan tersebut memiliki nilai historis terutama dari arsitektural bangunan dimana salah satu bangunan bergaya Gothic dengan atap menjulang meruncing ke atas (rumah Sukanagara, sekarang sudah rata dengan tanah). Bangunan tersebut pada masanya hanya terdapat beberapa buah saja, termasuk yang terdapat di jalan Dago

1 komentar:

Anonim mengatakan...

tulisan yang sangat berguna. Saya sedang buat tulisan juga tentang Dago. Dan tulisan ini akan saya jadikan referensi.

Salam
budhi k.w.
http://budhikw.wordpress.com